BETAPA BAHAGIANYA KAMI
Lukas 9:33, "Dan ketika
kedua orang itu hendak meninggalkan Yesus, Petrus berkata kepada-Nya:
"Guru, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan
sekarang tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia."
Tetapi Petrus tidak tahu apa yang dikatakannya itu".
Coba Anda ingat kapan Anda
terakhir mengalami suasana hati paling membahagiakan? Jangan katakan saya tak
pernah bahagia, hidupku selalu susah dan penuh penderitaan. Sehebat apapun
pergumulan yang kita hadapi pasti pernah kita merasakan suasana hati yang
bahagia. Hati gembira dan penuh riang bisa saja saat bertemu dengan orang yang
Anda cintai, kunjungan ke tempat yang Anda belum pernah kunjungi, suasana
bahagia bersama keluarga atau mungkin saat-saat promosi Anda pada pekerjaan
Anda. Teks renungan di pagi ini, ingin berbagi bahwa kebahagiaan paling
tertinggi adalah ketika melihat kemuliaan Allah dalam hidup ini.
Dari catatan, renungan pagi ini
merupakan suasana paling bahagia dari rasul Petrus dan dilaporkan oleh Injil
Lukas dan Markus (Mrk 9:5 dan Mat 17:4 ). Setelah Yesus mengajar orang banyak
dan menyampaikan khotbah di bukit, Ia mengajak mereka ke bukit untuk berdoa
(Luk 9:28). Namun Petrus memiliki pengalaman berharga dalam hidupnya: dia
menyaksikan Yesus dimuliakan. Peristiwa ini bukanlah mimpi, namun suatu
penglihatan nyata dari Petrus bahwa Yesus tidak seperti biasanya; Dia berubah
dan wajahNya berkilau-kilauan dan tampak
bercakap-cakap dengan orang terbesar dalam sejarah perjalanan Israel, yaitu
Musa dan Elia.
Siapakah Musa? Pasti semua orang
Yahudi tahu, tokoh yang sangat mahsyur. Dialah pemimpin yang membawa bangsa
Israel keluar dari perbudakan Mesir, menuntun umat selama di padang gurun, dan
paling mendasar dalam hidup Israel yaitu pemberian Hukum Taurat. Sedangkan Elia
adalah tokoh terbesar dari nabi-nabi. Dalam pengharapan Mesias sering juga
digambarkan bahwa yang datang itu adalah nabi besar seperti Elia.
Apakah kebahagiaan Petrus yang
sesungguhnya? Petrus melihat Yesus
dimuliakan dan bercakap-cakap dengan Musa dan Elia. Selain kesejajaran Yesus
dengan ketiga tokoh besar dalam sejarah Israel, kebahagiaan Petrus itu juga
adalah Petrus mengetahui bahwa di dalam Yesus Kristus segala hukum Taurat dan
nubuatan para nabi digenapi. Artinya, kebahagiaan Petrus itu adalah ia melihat
sendiri keselamatan itu nyata di dalam diri Yesus Kristus.
Apakah kebahagiaan terbesar dalam
hidupmu? Di atas tentu Anda mungkin sudah menjawab. Setelah membaca renungan
ini kita mengetahui bahwa puncak kebahagiaan yang paling tinggi dalam hidup
orang beriman ialah ketika kita punya keyakinan bahwa kita telah memiliki
keselamatan yang pasti di dalam diri Yesus Kristus. Itulah kebahagiaan orang
beriman ketika kita mengenal siapa Yesus Kristus di dalam hidup kita.
Benar bahwa kita di dunia ini
hidup sementara, yang menjalani suka dan duka, derita dan bahagia. Namun dalam
seluruh dinamika itu kita tetap bisa bersukacita karena punya jaminan
kebahagiaan. Kebahagiaan kita bukanlah di dunia ini, itulah sebabnya keinginan
Petrus mendirikan kemah ditolak oleh Yesus. Kebahagiaan kita yang menetap,
kekal dan abadi di sorga telah disediakan Allah bagi kita. Amin.
Lukas 9:33, "Dan ketika
kedua orang itu hendak meninggalkan Yesus, Petrus berkata kepada-Nya:
"Guru, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan
sekarang tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia."
Tetapi Petrus tidak tahu apa yang dikatakannya itu".
Coba Anda ingat kapan Anda
terakhir mengalami suasana hati paling membahagiakan? Jangan katakan saya tak
pernah bahagia, hidupku selalu susah dan penuh penderitaan. Sehebat apapun
pergumulan yang kita hadapi pasti pernah kita merasakan suasana hati yang
bahagia. Hati gembira dan penuh riang bisa saja saat bertemu dengan orang yang
Anda cintai, kunjungan ke tempat yang Anda belum pernah kunjungi, suasana
bahagia bersama keluarga atau mungkin saat-saat promosi Anda pada pekerjaan
Anda. Teks renungan di pagi ini, ingin berbagi bahwa kebahagiaan paling
tertinggi adalah ketika melihat kemuliaan Allah dalam hidup ini.
Dari catatan, renungan pagi ini
merupakan suasana paling bahagia dari rasul Petrus dan dilaporkan oleh Injil
Lukas dan Markus (Mrk 9:5 dan Mat 17:4 ). Setelah Yesus mengajar orang banyak
dan menyampaikan khotbah di bukit, Ia mengajak mereka ke bukit untuk berdoa
(Luk 9:28). Namun Petrus memiliki pengalaman berharga dalam hidupnya: dia
menyaksikan Yesus dimuliakan. Peristiwa ini bukanlah mimpi, namun suatu
penglihatan nyata dari Petrus bahwa Yesus tidak seperti biasanya; Dia berubah
dan wajahNya berkilau-kilauan dan tampak
bercakap-cakap dengan orang terbesar dalam sejarah perjalanan Israel, yaitu
Musa dan Elia.
Siapakah Musa? Pasti semua orang
Yahudi tahu, tokoh yang sangat mahsyur. Dialah pemimpin yang membawa bangsa
Israel keluar dari perbudakan Mesir, menuntun umat selama di padang gurun, dan
paling mendasar dalam hidup Israel yaitu pemberian Hukum Taurat. Sedangkan Elia
adalah tokoh terbesar dari nabi-nabi. Dalam pengharapan Mesias sering juga
digambarkan bahwa yang datang itu adalah nabi besar seperti Elia.
Apakah kebahagiaan Petrus yang
sesungguhnya? Petrus melihat Yesus
dimuliakan dan bercakap-cakap dengan Musa dan Elia. Selain kesejajaran Yesus
dengan ketiga tokoh besar dalam sejarah Israel, kebahagiaan Petrus itu juga
adalah Petrus mengetahui bahwa di dalam Yesus Kristus segala hukum Taurat dan
nubuatan para nabi digenapi. Artinya, kebahagiaan Petrus itu adalah ia melihat
sendiri keselamatan itu nyata di dalam diri Yesus Kristus.
Apakah kebahagiaan terbesar dalam
hidupmu? Di atas tentu Anda mungkin sudah menjawab. Setelah membaca renungan
ini kita mengetahui bahwa puncak kebahagiaan yang paling tinggi dalam hidup
orang beriman ialah ketika kita punya keyakinan bahwa kita telah memiliki
keselamatan yang pasti di dalam diri Yesus Kristus. Itulah kebahagiaan orang
beriman ketika kita mengenal siapa Yesus Kristus di dalam hidup kita.
Benar bahwa kita di dunia ini
hidup sementara, yang menjalani suka dan duka, derita dan bahagia. Namun dalam
seluruh dinamika itu kita tetap bisa bersukacita karena punya jaminan
kebahagiaan. Kebahagiaan kita bukanlah di dunia ini, itulah sebabnya keinginan
Petrus mendirikan kemah ditolak oleh Yesus. Kebahagiaan kita yang menetap,
kekal dan abadi di sorga telah disediakan Allah bagi kita. Amin.