running text

HORAS!!! SELAMAT DATANG DI BLOG HKBP SUTOYO; Jln. Letjend Sutoyo, Jakarta Timur - Indonesia

Jumat, 28 Juli 2017

"SATU DI DALAM TUHAN" Renungan Harian Pdt.Lucius T.B.Pasaribu, S.Th

SATU DI DALAM TUHAN

Roma 10:12, "Sebab tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan orang Yunani. Karena, Allah yang satu itu adalah Tuhan dari semua orang, kaya bagi semua orang yang berseru kepada-Nya".

Salah satu sifat manusia adalah menganggap diri lebih tinggi dari orang lain. Sikap ini berlaku dalam segala hal: hal materi, hal kebaikan, estetika dan bahkan dalam hal religiositas atau  keagamaan. Agamaku lebih benar ketimbang yang lain, kerohanianku lebih saleh dari orang lain. Dalam suatu masyarakat sifat seperti ini bisa meningkatkan sentimen agama dan mendatangkan konflik agama. Di dalam satu agama hal semacam itu akan menimbulkan kesombongan rohani yang berdampak pada perpecahan.  Hal ini pula yang dilihat oleh Paulus di jemaat mula-mula. Di Korintus misalnya ada kelompok-kelompok atas nama rasul dan kelompok ini masing-masing merasa lebih murni. Demikian di jemaat Galatia ada perbedaan antara Yahudi atau Yunani, bersunat dan tak bersunat, namun diingatkan bahwa kita telah di dalam Yesus Kristus (Gal. 3:28).

Dalam renungan pagi ini Paulus menjelaskan bagaimana orang percaya yang berbeda ini saling menerima di dalam Tuhan Yesus Kristus. Perbedaan antara Yahudi dan non Yahudi, status sosial kaya dan miskin, budak atau orang merdeka tidak menjadi penghalang bagi kita untuk hidup bersama dan bersekutu dengan rukun. Inilah kelebihan dan kekayaan komunitas orang percaya dibandingkan dengan komunitas dunia di jaman itu. Inilah kekayaan orang beriman sekalipun berbeda-beda dalam segala hal, namun bisa saling menerima, bisa duduk satu meja jamuan makan bersama (perjamuan kudus); semua sama kedudukannya di hadapan Tuhan: tiada yang lebih tinggi atau rendah, tiada yang lebih terhormat, setengah terhormat dan rendah, namun semuanya satu. Tetapi ada saja yang merasa lebih baik, lebih saleh dan lebih kudus di tengah-tengah jemaat.  Itu bisa saja karena memang ada orang yang tidak memperdulikan kehidupan rohaninya. Paulus dengan sabar dan terus memberikan penjelasan bagi jemaat Rom agar saling menerima yang satu dengan yang lain, karena kita satu di dalam Tuhan kita Yesus Kristus.

Saling menerima yang satu dengan yang lain adalah bukti keberimanan kita. Hal ini harus kita sadari: demi menerima kita manusia yang hina ini, Yesus telah mengosongkan diri dan mengambil rupa seorang hamba. Dia tidak mempertahankan kemuliaanNya, namun turun menjadi manusia sepenuhnya untuk dapat menjangkau manusia. Dia turun dari sorga untuk dapat merangkul manusia, duduk dalam jamuan Allah Bapa. Jika Allah dapat menerima kita manusia berdosa di hadapanNya, lebih-lebih kita sesama manusia harus saling menerima yang satu dengan yang lain.

Mungkin benar, salah satu dari 6 ciri manusia Indonesia menurut Mukhtar Lubis (seorang sosiolog ternama), adalah budaya feodalisme. Feodal adalah struktur masyarakat yang membedakan bangsawan dengan jelata.  Feodalisme adalah faham yang menganggap diri bangsawan, yang lain adalah rakyat jelata: menempatkan diri lebih terhormat dibanding lainnya. Hal itu pula yang dipahami dalam diri orang Batak yang telah berhasil menghapuskan perbudakan. Konon raja ditandai dengan rumah bertangga genap dan kaum budak membangun rumah dengan tangga ganjil. Namun syukur kepada Tuhan Yesus Kristus di dalam Injil tanah Batak telah menghapuskan perbedaan status rumah bertangga ganjil atau genap karena kita semua satu di dalam Tuhan kita Yesus Kristus.

Semoga kita semakin erat bersatu; menghargai sesama seperti diri sendiri. Merakit kebersamaan dan bergandeng tangan memuliakan Tuhan melalui aktifitas dan pelayanan kita, baik dalam persekutuan gereja maupun pengabdian kita di tengah-tengah masyarakat. Amin.